INTRO (bisa di skip kalo kalian mau baca langsung Fan Fictionnya, haha) :
Disini masuk timeline mengenai sahabat yang Clay pernah punya. Sahabat yang akhirnya mengkhianati dia, sesuai dengan judul di review aslinya. Betrayal of a Friend. Bisa langsung di klik dan baca kisah aslinya. Cumaaa.. berhubung gw pake sudut pandang orang ke dua, gw ngeganti judulnya pake judul ini, A real Monster.. kenapaaa?? dibaca aja deh fan fictionnya.
A real Monster
Daniel Grant, siapa yang tidak mengenal nama itu? Ya, itu namaku. Orang
- orang menyebutku Dan, dan semua orang mengenalku. Aku disegani, aku
dihormati, aku adalah tangan kanan Mr. Crowe dan aku seharusnya bisa menjadi
menjadi penerus bisnis ini menggantikan Mr. Crowe. yah, seharusnya, sebelum
bocah itu datang. Ingatanku kembali pada saat bocah itu dibawa tepat di
hadapanku. Pertemuan pertama kami.
“Dan, dia adalah Clay, dia akan bekerja bersamamu mulai sekarang” Crowe
memperkenalkan anak muda itu padaku, dan demi Tuhan! Apa yang bisa orang
sepertinya lakukan? Membunuh itu bukan pekerjaan yang mudah! Apa yang Mr. Crowe
pikirkan hingga membawa anak itu kepadaku? Ya! Aku memandang rendah bocah itu.
Aku memandang rendah padanya. Namun siapa yang menyangka ia akan begitu
cepatnya menggantikan posisiku?
“Dia sangat cepat, aku tak pernah melihat orang yang bekerja sebaik dia”
gadis sialan itu mengatakan hal yang benar – benar mengesalkanku, “Kurasa Mr.
Crowe pun menyukai Clay, tidak kah kau berfikir begitu Dan?”
Ucapan Sheryl terngiang – ngiang di telingaku. Seandainya gadis bodoh
itu tidak mengucapkan kalimat sebodoh itu, ia mungkin masih bisa bernafas saat
ini. Ya, aku sangat khawatir Crowe akan membuat Clay menggantikan posisiku. Tapi
aku tidak perlu khawatir lagi, ia akan segera pergi meninggalkan kami semua.
Ya, ia akan segera pergi menyusul gadis itu. Aku menenggak botol Whisky yang
ada didepanku, dan setelah aku memastikan botol dihadapanku ini sudah habis,
segera aku memesan satu botol lagi kepada pelayan wanita yang ada di hadapanku.
“Dia membunuh Sheryl! Sheryl menemuiku sebelum kecelakaan hari itu. Ia
mengatakan bahwa Clay adalah vampire atau sejenisnya. Clay tampaknya marah lalu
ia memutuskan membuat Sheryl mati seolah – olah karena kecelakaan!”
“Apa kau yakin?” Mr. Crowe tampak curiga kepadaku, aku mengangguk, Mr.
Crowe terdiam sejenak “Bunuh dia” Barrett tampak tercekat mendengar keputusan
Mr. Crowe dan aku sejujurnya tidak menyangka Mr. Crowe akan bertindak sejauh
ini. “Jika kalian tidak bisa melakukannya malam ini, aku akan mengirimkan orang
lain besok, aku mengerti akan sulit bagi kalian membunuh rekan kerja kalian
sendiri” tambahnya.
Pelayan itu datang membawakanku sebotol whisky yang baru. Aku segera menenggak
botol itu seakan – akan botol itu berisi air putih. Apa yang salah denganku?
Aku seharusnya gembira bahwa bocah itu akan segera pergi. Ia hanya bocah aneh
dengan ritual anehnya. Kau akan menganggap ia aneh juga ketika melihatnya
meminum darah gadis itu. Apakah ia mengikuti aliran setan atau memang terobsesi
menjadi vampire? Entahlah. Beberapa orang memang sedang tergila – gila karena
hal semacam itu.
“Kurasa, kita perlu bicara” Clay mengirimkan pesan itu padaku, dan aku
tidak membalas pesannya. Ia tahu aku akan datang. Begitulah hubungan kami
berlangsung. Siapapun yang mengirimkan pesan diantara kami. Kami tidak akan
menunggu balasannya karena entah kenapa jawabannya akan selalu iya.
Aku seharusnya gembira mendengar keputusan Crowe. Aku harusnya segera
kesana dan membunuh bocah itu selagi aku masih sadarkan diri. Lalu apa yang aku
lakukan disini? Mencoba untuk cukup mabuk untuk membuat tembakanku meleset.
Ayolah Dan! Kau tidak sungguh – sungguh menyukai bocah itu kan? Aku lebih baik
bergegas menuju tempat Clay berada lagipula ia memang sudah menungguku.
---
Aku tidak ingat bagaimana aku masuk dan apa yang kukatakan, aku sedang
mabuk, ingat? Kini aku sudah ada berhadapan dengannya dan ia duduk tepat di
depanku dengan pandangan yang khawatir.
“Apa yang mau kau katakan padaku?” tanyaku padanya setelah aku merasa
cukup sadar untuk berbicara serius dengannya. Clay menghembuskan nafas panjang
sebelum akhirnya menjawab,
“Kau seharusnya tahu siapa aku Dan, kau melihatku” Aku terdiam sejenak
sebelum akhirnya aku terkekeh, aku berdiri, berusaha mengalihkan pandanganku
darinya. Berpura – pura menyimpan gelas agar ia tidak dapat melihat ekspresi
wajahku.
“Terserah, aku tidak perduli. Itu tidak mengubah apapun” aku mengangkat
bahuku sedikit sembari mengucapkan hal itu padanya. Apa yang aku pikirkan? Aku
harus segera menembaknya! Kenapa aku malah menghiburnya? Tapi bagaimanapun. Itu
memang tidak akan mengubah apapun lagi sekarang. Semuanya sudah sangat
terlambat.
“Kau tidak peduli? Kau melihat apa yang aku lakukan! Kau melihatku
meminum darah gadis itu! Apa kau tidak perduli jika aku adalah monster? Aku
dapat membunuhmu dalam beberapa detik!” Clay tampak histeris, ia bahkan
berteriak ke arahku. Aku terdiam sejenak, jantungku berdegup sangat kencang.
Apa iya sudah mengetahui bahwa aku kemari untuk membunuhnya? Apa ia mengatakan
ini untuk mengancamku?
“Aku dapat menggigit lehermu, menyobek jantungmu dan meminum darahmu
kurang dari satu menit” ucapnya –atau lebih tepat lagi bisiknya- lebih tenang
dari sebelumnya. Aku dapat merasakan jantungku berdegup lebih kencang, apakah
ini saat yang tepat untuk membunuhnya? Atau aku malah akan mati terbunuh
olehnya. Aku harus membunuhnya sekarang.
Clay, aku menatapnya sekali lagi dan entah kenapa tanganku bergerak sendiri dan
tanpa sadar aku sudah memegang bahunya.
“it’s okay, we do kill” Aku menyeringai sembari mengucapkan itu. Entah
kenapa aku merasa ucapan itu seperti penghiburan untukku sendiri. Monster? Mungkin
akulah monster yang sesungguhnya. Bagaimana bisa aku mengkhianati rekan kerjaku
sendiri…. Lebih dari itu…. Sahabat? Saudara? Murid? Entah sejak kapan aku mulai
terbiasa dengan keberadaan bocah ini. Andai saja aku tidak terlalu terobsesi
dengan egoku. Aku segera mengubah ekspresi wajahku. Ia tak boleh melihat kesedihan
ataupun rasa bersalah di mataku. Ia akan curiga. Aku ingat Mengatakan beberapa
kata lagi sebelum akhirnya aku meninggalkan Clay yang masih tertegun dengan
ucapanku.
No comments:
Post a Comment